Jakarta Butuh Pemimpin “Berisi” Pendulum politik koalisi yang kesemuanya mengarah pada Fauzi Bowo, adalah konfirmasi rasional partai atau kandidat independen yang tak rela Jakarta dipimpin oleh kandidat yang baru ingin mencoba-coba membangun. Pertimbangan menjatuhkan pilihan politik ke Foke-Nara, adalah sesuatu yang tidak hanya diukur dengan varian politik semata. Mereka sadar, walaupun Fauzi Bowo dianggap sebagai figur yang susah “diatur”, namun intelegensia capacity-nya mampu membawa perubahan yang lebih baik untuk Jakarta.
Fauzi bowo dianggap lebih berprestasi, ketimbang Joko widodo, yang faktanya hanya mengandalkan citra kepemimpinan. Apa yang telah ditorehkan oleh Foke selama masa Jabatannya di birokrasi pemerintahan, membuktikan bahwa dia bukanlah tipe pemimpin politik yang abal-abal, kutu loncat, dan pas-pasan cara berfikirnya. Foke adalah seorang doktor arsitektur lulusan Jerman, yang memang paham betul tentang tata kelola perkotaan dan management birokrasi. Dia punya prestasi dibidang Pendidikan dan Kesehatan, menurunkan angka kemiskinan di Masyarakat, mengurangi masalah banjir dan meningkatkan Upah minimum regional (UMP) untuk buruh atau para pekerja yang terbesar di Indonesia.
Jika memang, hingga saat ini kemacetan Jakarta masih menjadi momok yang menakutkan, bukan berarti Foke gagal dalam memimpin. Sebab, kemacetan Jakarta tidak bisa dilihat dari segi ketiadaan pembangunan infrastruktur jalan semata. Ada berbagai faktor yang melatarinya, misalnya, membludaknya kendaraan yang masuk ke Jakarta, ketidaktertibnya pengguna kendaraan, dan aturan yang tidak tegas dan jelas oleh aparat lalu lintas. Agak Wajar, jika ibukota Negara mengalami kemacetan. Sebab, meminjam Istilah Jusuf Kalla, Kemacetan pertanda aktifitas ekonomi sedang berjalan.
Yang tidak wajar, justru kota kecil seperti solo mengalami peningkatan kemacetan. Sebab, jumlah masyarakatnya terhitung sangat kecil dibandingkan Jakarta, rasio pertumbuhan PADnya pun kecil, orang miskin banyak, pembangunan mall-mall juga jarang, kapasitas kendaraan tak sebanyak Jakarta. Lantas?
Jika klaim Jokowi adalah berhasil merelokasikan para Pedagang kaki lima (PKL) Solo tanpa kekerasan, maka praktek seperti itu, haqul yakin tak akan mudah berlaku di Jakarta. puluhan etnis, ratusan kelompok, dan ribuan karakter masyarakat yang bergantung hidupnya pada usaha PKL akan menghadang Jokowi.
Kesuksesan pembuatan Mobil Esemka di Solo, nampaknya terlalu naif untuk mengatakan Jokowi berhasil sebagai walikota, sebab anak-anak SMK Jakarta, telah lama mampu membuat pesawat terbang mini, yang tentu lebih rumit dan mahal dari hanya sekedar mobil. Apalagi sudah banyak berita mass media yang menghujat Jokowi, karena menjadikan perakitan mobil Esemka Solo, sebagai jualan politiknya.
Pada titik inilah, saya semakin yakin, satu-satunya hal yang membuat masyarakat Jakarta suka dan memilih Jokowi pada putaran pertama, adalah karena sikap keluguan dan simpatiknya. terlihat bergaya rocker dan tampak pro rakyat, serta rajin berkunjung ke masyarakat. Diluar variabel tersebut, perbandingan keberhasilan memimpin Foke dan Jokowi bagaikan Gajah dan Semut atau Jakarta dan Solo, kontras dari segi apapun.
Dan saya pun yakin, masyarakat pemilih akan menentukan pilihannya yang terbaik. Apakah masa depan lima tahun Jakarta akan diamanahi pada calon gubernur yang baru belajar tentang Jakarta, ataukah yang telah lama mengabdi dan berbuat untuk Jakarta ? Wallahualam. Selamat Memilih.
(Refferansi Berita Terkait Artikel)
==============================
** UANGDOWNLOAD MASIH TERPERCAYA LHO...
KLIK